sumber ilustrasi: www.futliga.kg
Laki-laki pertama akrab dengan busana muslim. Bukan hanya saat ibadah, pria ini juga kerap menggunakannya saat keluar rumah. Dalam banyak kesempatan bertemu banyak orang. Selain pakaian yang selalu berganti sebab berganti model saban pekan, ia juga kerap berganti-ganti mobil saat bertemu dengan donatur.
Ia memang dikenal sebagai ketua yayasan yang mengurusi anak yatim dalam bilangan yang cukup banyak dan masyhur di sebuah wilayah. Panggilan ‘ustadz’ dan gelar kehormatan lainnya pun sering dialamatkan kepadanya. Sang laki-laki ini juga tak segan menerima panggilan itu sebagai sebuah penghargaan.
Sedangkan laki-laki kedua, mulanya beragama selain Islam. Ia hanyalah manusia biasa yang doyan berbuat kebaikan dalam banyak proyek pengabdian kepada sesama. Kegemarannya itulah yang mengantarkan pertemuannya dengan laki-laki pertama.
Saat pertama kali melihat beberapa anak yatim di yayasan laki-laki pertama, si laki-laki kedua langsung tertarik. Hatinya tertaut kepada anak-anak yatim yang murni nuraninya. Terpancar kecemerlangan dari wajah dan pandangan mereka. Mencerahkan.
Setelah pertemuan pertama itu, dua laki-laki ini pun kerap bertemu. Setiap ada rezeki, laki-laki kedua senantiasa memberikan sebagiannya untuk anak-anak yatim di yayasan laki-laki pertama. Sebagai donatur.
Waktu berjalan. Kondisi berubah drastis. Si laki-laki pertama mendapatkan hidayah lantaran kegemarannya berbuat baik, sekaligus kecintaannya kepada anak-anak yatim. Lantaran doa mereka pula, hidayah merengkuh laki-laki kedua hingga masuk Islam secara sempurna.
Sebaliknya, lantaran minimnya ilmu dan tipisnya iman, si laki-laki kedua justru semakin terjerumus dalam lubang binasa yang dia gali sendiri. Tidak amanah. Semua barang yang dia kenakan hingga kendaraan yang ditumpangi, semuanya berasal dari infaq untuk anak yatim. Digunakan untuk keperluan pribadi.
Si laki-laki pertama ini juga tidak menyampaikan kepada donatur atau kepada anak-anak yatim di yayasannya sebagai pihak penerima infaq.
Ia sama sekali tak menyadari, bahwa memakan harta anak yatim secara zalim tak ubahnya bak memasukkan api ke dalam perutnya. Api itulah yang kelak menjadi salah satu bahan neraka. Kelak, ia akan dijebloskan secara bengis ke dalamnya.
Kisah ini, banyak terjadi. Ada begitu banyak saudara kita yang tidak berlaku hati-hati terhadap penggunaaan harta untuk anak yatim. Padahal, pemakaiannya harus jelas. Akadnya pun harus terbuka. Jika memang membutuhkan dana operasional, hendaknya hal ini disampaikan kepada donatur dan anak yatim. Jika perlu, sebagai bentuk kehati-hatian, buatlah dua pos dana yang berbeda.
Jika dicampur, inilah kisah surga yang tertukar. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita. Wallahu a’lam. [Pirman/Kisahikmah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar