dakwatuna.com / Edgar Hamas / 2 hari yang lalu
Konten ini adalah kiriman dari pembaca dakwatuna.com. Kirimkan informasi, gagasan, pemikiran, atau pendapat dari Anda dalam bentuk tulisan kepada kami, klik di sini.
Ilustrasi. (inet)
dakwatuna.com – “Waktu adalah kehidupan. Waktu tidak dapat dibalikkan dan tidak dapat digantikan. Menyia-nyiakan waktu berarti menyia-nyiakan kehidupan. Menguasai waktu berarti menguasai kehidupan, dan pada akhirnya akan memperoleh kebahagiaan” (Akira Kurasawa)
Satu saat dalam sebuah kelas kuliah, seorang Dosen datang membawa barang-barang unik yang tak biasanya ia gunakan untuk mengajar. Di tangan kanannya ia membawa sekarung batu-batu besar, lalu tangan kirinya digantungi seplastik pasir. Ternyata di belakangnya, ada mahasiswa yang ia suruh membawa sebungkus kerikil kecil, dan satu ember besar berwarna hitam yang nampaknya baru dibeli dari pasar. Di belakangnya lagi ada satu orang yang Nampak tertatih membawa seember air, hingga ada percik-perciknya yang terjatuh.
“Baik, hari ini kita akan melakukan sebuah eksperimen”, ucap Dosen memulai kelas, “Kali ini percobaan yang akan kita lakukan akan memperngaruhi cara berpikir kita tentang hidup, saya tidak sabar untuk memulainya”, lanjutnya antusias. Semua mahasiswa di kelas mengubah kursi duduknya menjadi lingkaran besar, sementara satu buah meja diletakkan di tengah-tengah, semua merapat untuk mengikuti apa yang akan disampaikan sang Dosen.
“Letakkan ember hitam besar yang kosong di tengah meja”, Beliau memulai. Setelah ember besar berwarna hitam pekat itu ada di tengah-tengah mahasiswa, Dosen menyuruh meletakkan batu-batu besar di ember hitam. Batu-batu besar yang ia bawa tak sedikit, bahkan bisa memenuhi ember tersebut hingga nyaris penuh.
“Setelah itu, tolong masukkan kerikil kecil di plastik tadi ke ember besar ini”, lanjut sang Dosen, beberapa mahasiswa melaksanakan instruksinya. Setelah ember besar penuh dengan batu besar nan banyak dan kerikil yang mengisi relung-relung kosong, Sang Dosen memulai uji pemahaman, “Kira-kira, apakah Ember besar ini telah penuh?” bibirnya menyunggingkan senyum bijak. Serentak hampir semua yang berada di ruangan menyahut riuh, “Tentu penuh, pak!”
“Kalian yakin?”
“Tolong, tambahkan pasir di plastik besar yang saya bawa ke dalam ember itu”, serta merta beberapa orang menjadi relawan untuk menuangkannya, pasir yang cukup banyak yang ditampung di plastik sampah berukuran besar. Setelah pasir ditambahkan, beliau mempersilahkan mahasiswanya untuk menjawab kembali, “Apakah kira-kira sudah penuh?”, dan beberapa Mahasiswa menjawab, “nampaknya belum pak”, sambil tersenyum malu. Sebab di hadapan mereka, ember besar terus bisa menampung dan sama sekali tak keluar dari muatannya.
“Tambahkan air”, lanjut Dosen. Maka satu ember air berukuran besar dituangkan ke dalam ember hitam sampai habis tak tersisa. “Bagaimana? Apakah kira-kira ember hitam itu sudah penuh?”, tanya Dosen meyakinkan murid-muridnya. “Ya, nampaknya telah penuh, pak”.
“Baiklah, sederhana saja percobaan kita kali ini, namun kini sebuah kesimpulan pasti muncul di benak kalian semua, kira-kira apa yang bisa kita cermati dari percobaan tadi?”, beliau memulai sebuah kesimpulan. Seorang Mahasiswa mengacungkan tangannya dan berkata lugas, “Waktu pak, sesibuk apapun kita, sebenarnya masih ada celah-celah yang bisa kita gunakan untuk memaksimalkan daya produktivitas kita, misalknya di waktu antara rumah dan kampus, bisa kita manfaatkan dengan menulis atau membaca di bis atau kendaraan umum lainnya”, tanggapnya.
“Bagus, kesimpulan yang bagus, saya setuju, namun ada satu hal yang menarik untuk kita cermati bersama”, ujar Sang Dosen membuat para mahasiswa penasaran. Beliau mengambil satu batu besar dari ember hitam, lalu memandang bijak ke penjuru ruangan, memastikan semuanya mendengarnya, kemudian bertutur, “Jika kita memasukkan air, kerikil, dan pasir lebih dulu, kemungkinan besar batu-batu besar ini tak akan muat di ember. Ketika ia dimasukkan, air akan meninggi lalu ember akan luber. Berbeda jika batu ini dahulu yang dimasukkan, lalu barang-barang lain menyusulnya”
Semua mahasiswa memerhatikan Sang Dosen lekat. Ada yang telah memahami maksud beliau, beberapa masih ada yang bingung. Seorang Mahasiswa bertanya polos, “lalu, bagaimana kesimpulannya pak?” sambil cengengesan dan memandang kanan kirinya. “Kesimpulannya sederhana”, jawab beliau, “Pastikan hidupmu kau isi dahulu dengan target-target besar, hingga jika semuanya telah kalian tekadkan, barulah kita bisa menambah dengan target-target yang lebih kecil. Fokuslah, jika target kecil malah kita utamakan, selamanya kita tak akan bisa mencapai target besar kita, sebab pikiran dan daya kita terlanjur dikuras oleh sesuatu yang kecil”.
“Misalnya, kamu memiliki target menjadi sarjana dalam 4 tahun, itu target besarmu. Selama ada celah waktu, kau boleh mengisinya dengan organisasi, bisnis, perkumpulan dan hobi. Namun ingat, jika target-target kecilmu malah kamu jadikan fokus utama dari target besar, maka akan sangat sulit untuk menjadikan target besar bagian dari perjalanan hidupmu”, nasihat Sang Dosen, “Batu besar lebih dulu, lalu pasir, kerikil dan air. Setuju kawan-kawan?”
“Setuju Kapten!” jawab mereka serentak.
Redaktur: Deasy Lyna Tsuraya
Beri Nilai:
Loading...
Mahasiswa Universitas Al-Azhar Cairo, Mesir | Alumni SMPIT Ihsanul Fikri Mungkid Magelang | Alumni Ponpes Husnul Khotimah Kuningan
Kunjungi website